Basri Wahid

Banyak yang mengatakan bahwa guru yang bernama BASRI WAHID ini salah mengambil jurusan. Pasalnya, karena ia lebih banyak berkecimpung di bidang seni mus...

Selengkapnya
Navigasi Web

Corona dan Introspeksi Diri

#Tantanganmenulisgurusiana

#Tantangan hari ke-44

Merebaknya virus corona telah mengguncang jagad raya, menakutkan setiap insan. Ribuan penduduk telah meninggal akibat virus yang mematikan itu. Kini Indonesia tengah waspada. Korban kian bertambah, hingga menteri pendidikan mengeluarkan sebuah kebijakan meliburkan sekolah-sekolah. Kebijakan itu diikuti oleh beberapa kepala daerah, hingga gedung-gedung sekolah seakan tersirap bisu tanpa keramaian. Kita tidak tahu sampai kapan situasi ini akan berakhir.

Saya hanya membayangkan betapa mengerikannya jika virus ini terus merebak hingga gerak kita semakin dibatasi dengan istilah social distancing. Kita tidak bisa berkomunikasi lagi secara langsung sesama manusia, tidak bisa berkumpul, dan tinggal di rumah saja, tidak boleh keluar rumah kecuali jika tidak ada hal yang begitu penting. Lambat laun dampaknya akan berimbas pada perekonomian. Jika tidak dibekali dengan iman, kepanikan akan melahirkan manusia manusia egois untuk masing-masing menyelamatkan diri, memburu sembako dan berbagai perlengkapan lainnya demi menyelamatkan diri. Orang-orang akan cenderung individualistis. Na’uzubillah, semoga bayangan ketakutan itu tak terjadi.

Tulisan ini mencoba memberikan renungan sebagai introspeksi diri kita dalam menghadapi virus yang mematikan ini. di samping kita berusaha dan bertakawal kepada Allah SWT. Musibah ini telah mengajarkan kita beberapa hal yang tekadang luput dari perhatian kita.

Jika kita mau berkata jujur, mungkin banyak waktu yang kita lalaikan untuk memberi perhatian kepada anak-anak kita, kepada suami dan istri kita. Terkadang banyak keluarga yang baru berkumpul di rumah ketika malam hari. Kesibukan-kesibukan kita akan kehidupan dunia menjadikan waktu berjalan terasa begitu cepat. Baru saja pagi, tahu-tahu sudah siang, sebentar saja sudah malam hingga kembali pagi lagi kita bergelut dengan bebagai aktivitas. Kesibukan yang kita jalani setiap hari terkadang tanpa kita sadari bahwa anak-anak kita yang baru kemarin dalam gendongan, tahu-tahu sudah dewasa. Demikian juga dengan anggota tubuh kita, tanpa kita sadari, helai-helai putih telah menghiasi kepala kita. Itulah kehidupan. Terkadang kita perlu disadarkan dengan sebuah arti kebersamaan. Disadarkan dengan arti cinta sesama, saling memberi perhatian antara anggota keluarga.

Merebaknya virus corona memberikan kesadaran kepada kita akan begitu indahnya kebersaman dalam rumah bersama anak-anak tercinta karena sekolah mereka diliburkan. Orang tua dapat merasakan arti mendidik anak, menjadi orang tua sekaligus menjadi guru. Anak dapat merasakan lebih lama kebersamaan di rumah karena ada pelarangan untuk tidak keluar rumah. Keberadaan kita di rumah menjadikan eratnya rasa kebersamaan dan perhatian yang mungkin selama ini kesempatan itu jarang kita dapatkan.

Jika kita mau berkata jujur, mungkin selama ini banyak waktu kita terbuang untuk sebuah benda canggih yang bernama gawai atau gadged. Benda yang satu ini seakan menjadi kebutuhan pokok sehingga kita seakan canggung jika tak memegangnya dalam sehari, satu jam atau bahkan dalam beberapa menit saja. Bukan tidak mungkin benda yang ajaib ini telah merenggangkan hubungan antarkeluarga disaat seharusnya kita bercengkrama, bertukar pikiran, antara orang tua dan anak, suami dan istri. Pada kenyataannya ketika kita duduk berdekatan dalam sebuah ruang keluarga tak banyak kata-kata yang keluar karena masing-masing kita terlampau sibuk dengan kumunikasi melalui gadged, entah berkirim pesan melalui WA atau berselancar di dunia maya dengan berbagai aplikasinya.

Justru ketika musibah ini merebak dan diterapkan sosial distancing, tak ada komunikasi lain yang dapat diandalkan kecuali melalui benda ajaib yang bernama gadged ini. Di satu sisi, benda ini menjadi alternatif penghubung antarmanusia ketika dihadapkan pada situasi seperti ini. Namun di sisi lain, batin kita berkecamuk ketika kita tak bisa berkumpul, tidak bisa komunikasi langsung, bahkan harus menjaga jarak. Hal ini terjadi karena fitrah manusia adalah ingin selalu bersama. Maka kita diingatkan bahwa sehebat apa pun teknologi tak bisa menggantikan poisisi manusia sebagai mahluk sosial yang selalu ingin bersama dan bertatap muka secara langsung bukan hanya melalui gawai atau gadged. Musibah ini telah mengingatkan kita akan fitrah manusia sebagai mahluk sosial.

Jika kita mau berkata jujur, mungkin jarang terpikir oleh kita bahwa kematian itu begitu dekat, bisa datang kepada siapa saja, kapan dan di mana saja, tua ataupun muda. Tidakkah kita selalu merenung tentang kehidupan yang sementara ini? Kita begitu sibuk dengan berjuta harapan dan impian tentang dunia hingga melalaikan kita akan kehidupan akhirat yang kekal, melalaikan kita untuk mengingat kematian yang pasti menghampiri. Melalui musibah ini kita diingatkan bahwa kematian itu begitu dekat. Semuanya terjadi atas kuasa Allah.

Setiap musibah datangnya dari Allah. Sebagaimana firmannya

,مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيم

Artinya: “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Barangsiapa yang beriman kepada Allah; niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” QS. At-Taghabun (64): 11.

Segala urusan berada di bawah kendali Allah. Sesuai pengaturan dan takdir-Nya. Jika Allah menghendaki sesuatu, pasti terjadi. Sebaliknya apapun yang tidak dikehendaki Nya, tidak akan pernah terjadi. Penjagaan hanya datang dari Allah semata.

Tentu setiap kejadian di muka bumi ini adalah pelajaran untuk kita. Kita perlu introspeksi diri. Apakah selama ini kita sudah konsisten menjalankan ibadah kepada Allah? Adakah kita sudah memperbaiki kualitas sholat kita? Adakah kita bersegera ketika mendengar suara adzan memanggil? Datang ke masjid beramai ramai bukan hanya karena tarawih di bulan Ramadhan, bukan hanya karena idul fitri dan idul Adha? Ketika berkumpul di mesjid sudah dilarang demi memutus mata rantai virus corona, apa yang kita rasakan saat ini?

Mari kita beserah diri kepada Allah, bertawakal dan berusaha mengikuti setiap ketentuan yang telah digariskan. Tetap waspada dengan segala kemungkinan jangan panik dan takut. Jangan sampai ketakutan kita akan virus corona melebihi ketakutan kita kepada Allah penguasa virus itu sendiri.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantapp pak...kite ambik hikmahnya.

23 Mar
Balas

ye buk

24 Mar

Setuju pak, ini mmng waktu yg tepat utk segera instropeksi diri, Allah SWT menegur kita lewat perantara wabah corona

23 Mar
Balas

Trims komennya

23 Mar

Setuju kita semakin memahami betapa lemahnya manusia jika berhadapan dengan makhluk halus. Hanya iman yang menguatkan makhluk itu adalah ciptaan NYA.

23 Mar
Balas

Betul buk, trims komennya

23 Mar

Betul sekali Pak dengan keadaan ini kita bisa selalu bersama anggota keluarga.

23 Mar
Balas

Betul

23 Mar

ya kita semua memang harus intropeksi diri setuju pak

23 Mar
Balas

Trims komennya

23 Mar

Trims komennya

23 Mar

Setujuu, memang wabah ini adaHikmahnye buat kite semue

23 Mar
Balas

Trims

23 Mar

Iya pak...menjadi pembelajaran untuk kita semua...

23 Mar
Balas

Se 7 agar kita lebih mendekatks diri pada Alloh.Salam kenal follow balik ya

23 Mar
Balas

Terimakasih, salam kenal kembali

23 Mar



search

New Post